Oleh: Fatimah Nur Sholikhah (Mahasiswa PAI Angkatan 2023)
Sistem pendidikan adalah fondasi utama dalam membangun kualitas sumber daya manusia, namun hingga kini Indonesia masih menghadapi tantangan serius yang menghambat pemerataan dan mutu pendidikan. Kurikulum yang terlalu sering berubah serta menekankan hafalan dan nilai ujian semata telah mengurangi makna belajar itu sendiri. Fakta yang memperkuat kondisi ini adalah skor literasi membaca Indonesia dalam laporan PISA 2022 yang hanya mencapai 359 poin terendah sejak pertama kali kita mengikuti program ini pada tahun 2000.
Ketimpangan fasilitas antara sekolah di perkotaan dan pedesaan pun masih mencolok, membuat anak-anak di wilayah terpencil tertinggal jauh dari segi akses dan kualitas pendidikan. Di sisi lain, banyak keluarga dengan keterbatasan ekonomi terpaksa menghentikan pendidikan anaknya lebih awal, sehingga angka putus sekolah tetap tinggi, terutama di daerah tertinggal. Semua ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan kita belum benar-benar menjamin keadilan dalam memberi peluang belajar dan berkembang bagi semua anak bangsa.
Salah satu akar persoalan yang turut memperparah ketimpangan mutu pendidikan tersebut terletak pada kualitas tenaga pendidik, yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam proses transformasi pembelajaran di sekolah. Untuk menjawab persoalan ini, peningkatan kualitas guru harus menjadi agenda utama yang dikerjakan secara serius dan berkelanjutan. Data dari Asesmen Nasional 2023 menunjukkan bahwa masih banyak guru di Indonesia belum mencapai standar minimal kompetensi literasi dan numerasi.
Padahal, guru yang berkualitas bukan hanya menguasai materi, tetapi juga mampu membangun semangat belajar, menanamkan nilai karakter, dan membimbing siswa berpikir kritis. Oleh karena itu, proses rekrutmen guru perlu diperketat, hanya meloloskan mereka yang memiliki kemampuan akademik, pedagogik, serta kepribadian yang sesuai dengan dunia pendidikan. Selain itu, guru harus terus dibekali dengan pelatihan yang aplikatif dan berkelanjutan, terutama dalam menghadapi tantangan abad 21 seperti digitalisasi pembelajaran dan perubahan karakter siswa.
Pemerintah pun harus mendukung peningkatan kesejahteraan dan memberikan ruang inovasi yang luas bagi para guru agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal. Jika kualitas guru meningkat, maka kualitas pembelajaran pun akan naik, yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya mutu pendidikan secara keseluruhan. Namun, kualitas pendidikan tidak hanya ditentukan oleh sekolah dan guru, melainkan juga oleh lingkungan rumah dan pola asuh orang tua.
Berdasarkan penelitian dari American Psychological Association dan data UNICEF Indonesia tahun 2021, anak-anak yang diasuh dengan pola otoritatif yakni pola yang hangat, penuh kasih sayang, namun tetap tegas dan konsisten memiliki ketahanan mental, motivasi belajar, dan prestasi yang lebih tinggi dibanding mereka yang diasuh dengan cara otoriter atau permisif. Orang tua perlu hadir secara emosional, tidak hanya menuntut hasil, tapi juga menghargai proses dan mendampingi anak dalam menghadapi tantangan belajar. Dengan komunikasi yang terbuka, dukungan moral, serta keteladanan yang baik dari orang tua, anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, dan berkarakter kuat. Kombinasi antara guru yang kompeten dan pola asuh yang tepat dari keluarga akan menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan produktif, yang pada akhirnya menjadi fondasi bagi terciptanya generasi muda Indonesia yang unggul, cerdas, dan berdaya saing global.