Oleh : Aulia Mustofa (Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Semester 7)
Akhir-akhir ini kita sering mendapatkan infromasi mengenai banyaknya anak muda yang melakukan bunuh diri. Terlepas hal tersebut salah atau dibenarkan oleh pihak manapun, masalah yang hadir dalam kehidupan itu sebenarnya tidak memiliki sifat, masalah adalah sekedar masalah yang seberat apapun itu tidak ada bandingannya dengan keistimewaan yang dimiliki manusia. Manusia diberi akal dan hati dimana pada kenyataanya 2 hal tersebut yang berkontribusi atas keadaan zaman yang serba maju seperti saat ini.
Setelah penulis membaca beberapa buku dan penelitian, ada salah satu teori yang sebenarnya sudah “lawas” namun cukup ciamik di masanya, dan mungkin bisa memberikan kontribusi bagi semangat dan pola pikir generasi sekarang, terkhusus bagi penulis dan pembaca sendiri. Tokoh ini cukup terkenal dengan disertasi “God Is Dead”-nya, dimana hal ini juga pernah menjadi kontroversi di kampus PTKIN luar jawa. Teori yang akan penulis bagikan disini adalah teori Ubermensch (Manusia Unggul) karya Friedrich Wilhelm Nietzsche. Disini penulis akan berusaha memetakan konsep Manusia Unggul dengan sederhana, agar kita dapat dengan mudah memahami teori ini.
Bersahabat Dengan Terpaan Masalah
Hidup ini hanya berputar pada skema “sebab-akibat”, jika bercermin pada kisah Friedrich Nietzsche sendiri, banyak karya megah dan berpengaruh yang justru lahir dari beberapa penderitaan dan masalah yang ia nikmati termasuk karya “God Is Dead”-nya. Hal tersebut mengajarkan bahwa sebagai manusia harus berani menantang diri sendiri agar lebih kuat dibanding hanya sekedar masalah yang dihadapi.
Bersahabat dengan segala jenis masalah adalah salah satu langkah untuk menjadi manusia unggul, dimana setiap masalah akan hadir dan memiliki nilainya sendiri, masalah tidak terikat oleh baik, benar, salah, dan buruk. Unggulnya manusia diukur dari bagaimana ia mampu mengambil dan menampilkan nilai moral yang didapatkan daripada masalah yang sudah dihadapi di fase kehidupan berikutnya.
Di sisi lain, manusia yang datang kepada tuhan ketika diterpa masalah (saat butuh saja) adalah perilaku yang sudah mengurangi nilai unggul dalam diri manusia tersebut, seseorang yang dapat mencintai hidupnya adalah seseorang yang mampu menerima segala takdirnya (Fatum Brutum Amor Fati), gagal atau berhasil seseorang dalam menghadapi masalahnya akan tetap mendapatkan nilai moral yang berharga untuk kehidupannya. Dengan demikian, pribadi optimis dan mandiri serta mental pemenang akan hadir dan menyelimuti perjalanan hidup seseorang.
Berani Menjadi Diri Sendiri
“Follow yourself unswervingly”. Nietzsche dengan tegas mengungkapkan bahwa manusia yang sejati adalah manusia yang mau mengakui entitas dirinya, tidak semata-mata beku atau mengikuti arus orang lain, frasa “unswervingly” bermakna “dengan tanpa kegoyahan”. (Nietzsche dalam Emhaf, 2017)
Pada realitanya, manusia masih banyak menjalani hidup dengan memenuhi ekspektasi orang lain, banyak dari mereka yang lupa bahwa kebutuhan diri sendiri menjadi kebutuhan pokok bagi manusia untuk bertahan hidup. Dari hal ini, manusia seharusnya memiliki prinsip pasti dalam hidupnya bukan semata-mata mengikuti nafsunya saja, agar ia juga bijak menentukan “sikap seperti apa?” dan “di lingkungan yang mana?”, dengan prinsip yang sudah dipegang kuat, maka akan menjadi bekal bagi manusia untuk menjalani kerasnya kehidupan mendatang.
Sederhananya adalah tinggalkan segala hal yang menyengsarakanmu, dan lakukan hal yang bermanfaat bagimu, karena dirimu sendiri lebih berharga dari apapun. Dengan demikian, manusia akan memiliki mental yang kuat secara pribadi dan menjadi mandiri dalam menentukan apapun untuknya tanpa adanya pengaruh dari luar.
Pada akhirnya, “Manusia Unggul” adalah manusia yang mampu memiliki kontrol atas dirinya, “Manusia Unggul” adalah mereka yang tidak sekedar merengek ketika dijumpakan oleh beberapa masalah yang menerpa, mereka yang tidak serta-merta mudah mengikuti arus orang lain dengan selalu mewujudkan ekspektasinya, dan mereka yang menjadi dirinya secara kuat dan tak tergoyahkan oleh apapun. Manusia memang makhluk sosial, namun pada praktik sosialnya manusia juga membutuhkan apa yang dinamakan sebagai “apatis” untuk lebih “merawat” dirinya sendiri, karena pada dasarnya segala hal akan baik jika dilakukan pada tempatnya.
Daftar Pustaka
Emhaf. (2017). Nietzsche "Sebuah Catatan Pergumulan dan Bentrokan". Yogyakarta: SOCIALITY.
Nietzsche, F. W. (2022). The Will To Power. (Damaika, Ed., & E. J. Yustikarini, Trans.) Yogyakarta: NARASI.
***
Editor : Achfan Aziz Zulfandika