UIN SURAKARTA- Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI ) berarti "Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik".
Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa, Pendidikan merupakan suatu daya upaya yang dilakukan untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, guna memajukan kesempurnaan hidup yang selaras dengan alam dan masyarakat.
Sebelum membahas masalah materi, sangat penting bagi seseorang untuk mengetahui apa tujuan dasar dari Pendidikan yang ada di negara kita ini, yaitu Indonesia. Tujuan dasar Pendidikan Nasional tertera pada UUD 1945 Alinea ke-4, yaitu pada kalimat
“Mencerdaskan kehidupan bangsa” yang menggambarkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mendidik dan menyamaratakan Pendidikan ke seluruh penjuru Indonesia agar tercapai kehidupan berbangsa yang cerdas.
Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia, oleh karenanya Pendidikan bisa kita anggap sebagai salah satu kebutuhan primer atau mendasar. Setiap warga negara Indonesia berhak (tanpa terkecuali) mendapatkan Pendidikannya dan mengembangkan kemampuan yang mereka miliki didalamnya.
Meskipun demikian, ternyata permasalahan akibat biaya Pendidikan di Indonesia masih menjadi faktor utama pengecualian dalam hak anak Bangsa untuk mendapatkan Pendidikan.
Masalah ekonomi yang membuat pendidikan mereka terhambat. Sehingga masyarakat kalangan bawah yang hanya bermodalkan niat dan pendirian yang kokoh untuk mencapai pendidikan yang tinggi, masih belum terjamin masa depannya, kehidupan karirnya untuk mendapatkan kedudukan yang sesuai dengan usaha dan keahlian yang mereka punya.
Masalah ini kemudian menjadi salah satu isu yang paling populer dalam dunia Pendidikan sampai saat ini. Apa saja sih penyebab permasalahan dalam bidang ini?
A. Biaya Pendidikan yang Mahal
Mahalnya biaya Pendidikan merupakan masalah yang tidak ada habisnya, bahkan sampai saat ini masih belum ditemukan cara yang betul-betul efektif untuk menyelesaikan masalah ini.
Bagi masyarakat yang berada di kalangan ekonomi menengah ke bawah, mahalnya biaya Pendidikan membuat para orang tua harus berpikir ulang untuk melanjutkan Pendidikan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.
Besarnya biaya Pendidikan membuat banyak anak putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan Pendidikannya ke perguruan tinggi karena tidak mampu membayar biaya Pendidikan. Kemudian hal ini memicu adanya diskriminasi dalam dunia Pendidikan.
Diskriminasi adalah sikap membedakan secara sengaja terhadap sesama warga negara berdasarkan gender, warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan sebagainya.
Contoh diskriminasi berdasarkan ekonomi saat ini seringkali kita temukan. Parahnya bukan hanya sesama teman saja, tapi juga oleh gurunya sendiri, contohnya:
Oleh karena itu, peran negara sebagai garda terdepan dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan ini. Negara sebetulnya dapat berperan efektif mengurangi mahalnya biaya Pendidikan.
Selain itu, negara juga harus menyadari bahwa Pendidikan merupakan elemen penting yang paling utama yang harus diberi alokasi anggaran yang memadai guna meningkatkan kecerdasan Bangsa.
Untuk itu, pemerintah sebenarnya telah membuat kebijakan guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menempuh pendidikan wajib dua belas tahun yaitu dengan cara memberikan subsidi Pendidikan.
Pemerintah membebaskan biaya Pendidikan untuk jenjang sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah keatas. Meskipun demikian, terdapat beberapa sekolah yang mempunyai kebijakan sendiri dalam membayar uang Sumbangan Pengembangan Pendidikan (SPP) yang harus dibayarkan setiap bulan serta tambahan biaya bangunan. Belum lagi ditambah dengan biaya membeli keperluan sekolah seperti seragam, buku dan sebagainya.
Mahalnya biaya Pendidikan juga tidak hanya terjadi di instansi sekolah saja, melainkan juga dapat terlihat jelas dalam perguruan tinggi yang menggunakan sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) per-semester yang relatif mahal dan uang pangkal yang tinggi untuk mahasiswa dengan jalur seleksi mandiri.
Oleh karena itu, banyak siswa yang tidak bisa memperoleh Pendidikan tinggi yang sebenarnya penting untuk didapatkan, walaupun pemerintah juga menyediakan Perguruan Tinggi Negeri yang harga atau biayanya lebih murah dari Perguruan Tinggi Swasta.
B. Pemberian beasiswa yang tidak tepat sasaran
Dalam Pasal 31 Ayat (1) dan Ayat (2) dikatakan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” dan “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”
Maka solusi lain dari pemerintah untuk membantu masyarakat yang memiliki ekonomi menengah ke bawah agar tetap dapat memperoleh pendidikan selain memberikan subsidi, pemerintah juga membuat kebijakan mengenai pemberian beasiswa.
Beasiswa ini dibagi menjadi dua yaitu beasiswa untuk pelajar/mahasiswa yang pintar dan beasiswa untuk pelajar/mahasiswa dari keluarga miskin.
Namun lagi-lagi berbagai masalah timbul akibat adanya kebijakan ini. Dimana banyak sekali kasus pemberian beasiswa miskin yang salah sasaran.
Faktor penyebabnya adalah dalam hal pendataan, digunakan data lama dan tidak meng-cross check data yang ada. Padahal dengan melakukan pemeriksaan kembali data akan membantu dalam menemukan dan menentukan siapa saja yang berhak mendapatkan bantuan beasiswa tersebut secara akurat dan tepat sasaran.
Karena pada banyak kasus, orang yang mendapatkan beasiswa miskin merupakan orang-orang yang telah memiliki kondisi ekonomi yang cukup baik sehingga tidak memenuhi syarat.
Contoh kasusnya seperti anak dari seorang PNS yang mendapatkan beasiswa miskin padahal keluarganya memiliki kondisi ekonomi yang baik. Maka anak dari seorang PNS ini tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan beasiswa miskin karena keluarganya tergolong mampu.
Belum lagi dana beasiswa miskin ini juga sering disalahgunakan dimana banyak yang memanfaatkan dana tersebut diluar keperluan sekolah. Hal ini kemudian perlu menjadi perhatian khusus pemerintah karena masih banyak anak-anak di luar sana yang memiliki keinginan kuat untuk menempuh pendidikan formal namun tidak memiliki kesempatan karena keterbatasan ekonomi.
Anak-anak seperti ini lah yang seharusnya menjadi sasaran yang tepat untuk mendapatkan beasiswa untuk sekolah.***
Penulis: Naya Arifah Syihab
Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah, UIN Raden Mas Said Surakarta