13 April 2023

‘Pembunuhan Karakter’ di Dunia Pendidikan, antara Fitrah Manusia dan Faktor Lingkungan

UIN SURAKARTA- Menurut pandangan Islam setiap manusia yang terlahir di dunia semuanya dalam keadaan fitrah, yaitu suci,bersih, dan murni.  Setiap anak lahir dalam keadaan tanpa dosa ibarat kertas putih yang tidak tergores tinta sedikitpun dan perlu digaris bawahi, bahwa bayi tidak mewarisi dosa orang tuanya. Serta kata "fitrah" juga dapat dimaknai kesiapan mental anak untuk menerima kebaikan suatu agama.


 Rasulullah SAW bersabda :
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
"Setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).


Manusia sejak lahir memiliki kecerdasan yang perlu dikembangkan melalui pendidikan. Taksonomi bloom menyebutkan bahwa, ranah pendidikan dibagi menjadi tiga yaitu : Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik. Kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, serta hafalan. Afektif mencakup tentang sikap,emosional, dan rasa. Psikomotorik melingkupi dalam hal skill, keterampilan dan gerakan. 


Manusia tercipta sebagai Homo Educandum yang berarti "Manusia yang Perlu Dididik". Istilah ini mengacu pada pandangan bahwa, manusia tidak lahir dengan pengetahuan dan keterampilan yang sudah sempurna, melainkan harus dipengaruhi dan dibimbing oleh lingkungannya untuk mencapai potensi maksimalnya. 


Dalam ruang lingkup keluarga tugas orang tua mendidik anak menjadi pribadi yang lebih baik melalui pendidikan karakter sebelum mengenal pendidikan yang lain dan orang tua harus memberikan praktek dalam mendidik anak-anaknya. Bertujuan agar anak mampu mencontoh perilaku  baik yang telah dicontohkan oleh orang tuanya terutama perilaku Ibunda nya. 


Ada sebuah ungkapan, “Guru Kencing Berdiri Murid Kencing Berlari”, artinya perilaku seorang guru sangat berpengaruh terhadap sikap seorang anak. Jika guru mencontohkan perilaku tidak baik, anak pun akan menirunya. Sebaiknya jika guru mencontohkan perilaku yang baik, maka murid pun akan mengikutinya “Al Ummu Madrasatul Ula, Iza A'adadtaha Al'dadta Sya'ban Thayyibal A'raq”, artinya: ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anaknya, jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya. 


Namun peran Ayah juga tak kalah penting bagi pendidikan karakter anak. Ayah bukanlah sosok yang memberikan seluruh tanggung jawab dalam hal mendidik anak kepada Ibu (istri). Ayah adalah pendidik dan penasehat anaknya, seperti didalam Surah Luqman  (QS. Luqman : 13, 16-17). Kita sebagai calon pendidik harus mengetahui, apa sih pendidikan karakter itu?


Ditjen Mandikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional mengungkapkan bahwa karakter adalah "Cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung  jawabkan setiap akibat dari keputusan yang ia buat."


Pendidikan karakter merupakan salah satu program pemerintah yang pelaksanaannya diterapkan melalui lembaga pendidikan yang dimulai dari level terendah (PAUD) sampai ke tingkat perguruan tinggi. Hal ini agar memudahkan pemerintah dalam membangun karakter bangsa yang diinginkan sesuai harapan bangsa. Sehingga melalui Pendidikan karakter peserta didik dengan karakter yang baik akan tumbuh, karena terbiasa melakukan perilaku baik dalam lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. 


Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana agar terwujud suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif di mana peserta didik bisa mengembangkan potensi dirinya supaya mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, kecerdasan, serta keterampilan yang diperlukan dirinya di masyarakat, bangsa dan negara.” 


Oleh karena itu, untuk menciptakan peserta didik yang berkarakter perlu digalakkan pendidikan karakter. Bukan hanya di institusi pendidikan saja, namun pendidikan karakter dapat di pupuk sedari dini dalam lingkungan keluarga masing-masing. Karena hal tersebut sangat berpengaruh dalam perkembangan peserta didik kedepannya. 


Tenaga pendidik pun harus memiliki potensi yang unggul dalam menunjang demi keberlangsungan proses belajar mengajar dan menghasilkan peserta didik yang berkarakter, unggul, dan juara. Namun ekspektasi tak semulus realita dalam proses belajar mengajar tak sedikit pengajar justru membunuh karakter peserta didiknya sendiri, berupa pengucapan kalimat atau kata negatif.


Seringkali kekurangan anak dalam memahami materi pembelajaran menjadi ajang perbandingan antara peserta didik yang satu dengan yang lain nya. Justru menimbulkan siswa semakin enggan untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Banyak yang mengalami trauma karena sikap atau ucapan yang terlontar dari tenaga pengajar kepada peserta didik baik disengaja maupun tidak.


Sadar atau tidak dengan tindakan tersebut lambat laun dapat membunuh karakter peserta didik. Padahal yang mereka dambakan adalah sanjungan, pujian, penghargaan, serta dukungan atas kemampuan mereka masing-masing. Sudah banyak kasus yang terungkap tentang pembunuhan karakter dan harus ditekankan perlu dilakukan evaluasi serta tindak lanjut untuk memberikan pemahaman bagi tenaga pendidik agar memiliki karakter yang unggul sebelum menjadi guru. 


Orang jawa menyatakan bahwa filosofi guru adalah “Digugu Lan Ditiru” adalah bahwa seorang guru harus dapat memenuhi dua kata tersebut, yakni yang pertama digugu artinya bahwa perkataan seorang guru harus bisa dijadikan panutan, dipercaya, serta dapat dipertanggung jawabkan. Kedua yakni ditiru yang berarti segala tindak tanduk perilaku guru akan ditiru oleh muridnya. 


Bagaimana pendidikan di Indonesia dapat berkembang dengan baik sedangkan guru melakukan tindakan Bullying terhadap siswanya sendiri. Dampak perilaku tersebut sangatlah buruk jika ditinjau dari aspek fisik maupun psikologis. Korban menjadi tidak percaya diri, malu, merasa bersalah, mengurung diri dan menjadi pribadi yang anti sosial dalam kata lain perbuatan tersebut dapat merubah karakter seseorang semula gembira menjadi pribadi pemurung.


Bully secara verbal adalah alat pembunuh karakter nomor satu di dunia pendidikan. Karena akan berpengaruh terhadap mental seorang anak seperti stress berkepanjangan, melemahkan pola pikir, dan juga depresi. Orang tua juga harus selalu memperhatikan anaknya dan memantau apakah mereka mengalami bullying di lingkungan sekolah. Jika terdeteksi anak mengalaminya maka orang tua harus mengkomunikasikan dengan segera kepada pengajar yang melakukan tindakan tersebut.

***

Penulis: Nabila Nur Shabrina

Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah, UIN Raden Mas Said Surakarta

 

Editor: Saiddaeni

‘Pembunuhan Karakter’ di Dunia Pendidikan, antara Fitrah Manusia dan Faktor Lingkungan