31 July 2025

KAMPUS BERDAMPAK – MENCARI PIJAKAN FALSAFAHNYA

Oleh: Prof. Dr. Muhammad Munadi, M.Pd.

Untuk memulai pembahasan ini, selayaknya civitas akademika Perguruan Tinggi mencermati pernyataan Albert Einstein (Munadi, 2023; Suriasumantri, 2010) pada tahun 1938 dalam pesannya kepada mahasiswa California Institute of Technology.  Pernyataannya menyebutkan bahwa: “Perhatian kepada manusia itu sendiri dan nasibnya harus selalu merupakan perhatian pada masalah besar yang tak kunjung terpecahkan dari pengaturan kerja dan pemerataan benda, agar buah ciptaan dari pemikiran kita akan merupakan berkah dan bukan kutukan terhadap kemanusiaan”.


Pernyataan tersebut setidaknya ada 6 kalimat kunci, yaitu perhatian kepada manusia, perhatian kepada nasib manusia, buah ciptaan merupakan berkah, buah pikiran merupakan berkah, buah ciptaan bukan merupakan kutukan terhadap kemanusiaan, serta buah pikiran bukan merupakan kutukan terhadap kemanusiaan. Keenam kalimat kunci tersebut harus dimiliki, diperjuangkan, diterapkan, disiapkan dan dimiliki civitas akademika dalam operasional perguruan tinggi.  Semangat tersebut sebenarnya sudah mulai ditindaklanjuti pada akreditasi program studi maupun perguruan tinggi baik 7 standar maupun 9 kriteria.

Tujuh standar implementasinya pada perguruan tinggi tersebut mampu mengimplementasikan dan mengamalkan setiap ilmu pengetahuan dan hasil penelitian dengan baik ke banyak pihak. Untuk 9 kriteria lebih rinci diantaranya integrasi riset dan pkm dalam pembelajaran serta yang lebih luas pada Kriteria 6: Integrasi hasil penelitian dan/atau PkM dalam pembelajaran; PS menghadirkan dosen tamu, tenaga ahli, dan/atau praktisi pendidikan untuk meningkatkan wawasan akademik mahasiswa; Disertasi yang dihasilkan mahasiswa (a) mengkaji topik yang relevan dengan visi keilmuan PS, (b) memiliki kebaruan, (c) memiliki kedalaman dan keluasan kajian, (d) memiliki kontribusi terhadap pemecahan masalah pendidikan, dan (e) mutakhir;  Kriteria 7: DTPS melibatkan mahasiswa PS dalam melaksanakan penelitiannya, dan topik penelitian menjadi rujukan bagi topik disertasi.

DTPS menerbitkan hasil penelitian dalam publikasi ilmiah dalam bentuk artikel pada jurnal dan proceedings. kriteria 8:, yaitu Publikasi hasil PkM DTPS, kriteria 9Mahasiswa secara mandiri atau bersama DTPS mempublikasikan hasil penelitiannya dalam jurnal, proceedings, dan/ atau media massa, Produk hasil penelitian karya mahasiswa secara mandiri atau bersama DTPS diadopsi oleh masyarakat dalam 3 tahun terakhir, Karya ilmiah mahasiswa dan DTPS yang disitasi. Ruang lingkup memiliki dampak masih sebatas sangat “ilmiah” sehingga perlu diperluas dalam kerangka bermanfaat bagi kehidupan makhluk di bumi.

Terlepas kebijakan tertulis tersebut, memang ada empat kekuatan utama yang membentuk terwujudnya ruang publik melalui pendidikan tinggi sehingga bisa 3 dharma perguruan tinggi bisa berdampak secara luas, yaitu: peran Negara, kebijakan pasar neoliberal, lembaga itu sendiri, dan upaya aktor sosial. Hal tersebut dikarenakan menurut (Abdouli, 2008) PT memiliki fungsi tripartite, yaitu: 1. Pencipta sebagai kekuatan utama – personalianya terdiri atas akademisi, staf administrasi, dan mahasiswa. 2. Pengetahuan, yang merupakan produk yang dirancang untuk masyarakat dan kemanusiaan secara keseluruhan, berdasarkan metode, program, dan perangkat pedagogis. 3. Lingkungan, yang merupakan lembaga dan konsepsi pembangunan, yang dirancang agar sesuai dengan proses pendidikan dan kreatif.

Tuntutannya kemudian PT dalam tridharma PT haruslah memenuhi beberapa kaidah indicator pencapaian. Diantaranya: Societal Readiness Levels (SRL), Technological Readiness Levels (TRL), dan Scientific Readiness Levels (SRL). SRL mengacu pada seberapa siap masyarakat secara keseluruhan untuk menyerap suatu inovasi tertentu, baik teknologi maupun social (Bruno et al., 2020), Tingkat kesiapan teknologi (TRL) adalah teknologi tertentu yang akan digunakan dalam pembentukan layanan publik baru harus cukup matang untuk menghindari kegagalan atau gangguan layanan yang didukung (Bruno et al., 2020), sedangkan Scientific Readiness Levels menyediakan evaluasi yang efektif dan penilaian berkelanjutan terhadap tingkat kematangan ilmiah dan risiko ilmiah terkait dalam mencapai tujuan ilmiah investigasi ilmu sehubungan dengan tujuan misi dan hasil yang diharapkan (Government of Canada, 2024). Ketiganya memiliki 9 level. Gambaran masing-masing dapat dilihat perbandingannya sebagai berikut.

Tabel 1. Perbandingan Jenjang Kesiapan Masyarakat, Teknologi dan Ilmiah

Societal Readiness Levels (SRL)

Technological Readiness Levels (TRL)

Scientific Readiness Levels (SRL)

SRL 9 - actual project solution(s) proven in relevant environment

Level 9: Actual technology proven through successful deployment in an operational setting

SRL 9: Science Impact Quantification

SRL 8 – proposed solution(s) as well as a plan for societal adaptation complete and qualified 

Level 8: Actual technology completed and qualified through tests and demonstrations

SRL 8: Validated and Matured Science

SRL 7 – refinement of project and/or solution and, if needed, retesting in relevant environment with relevant stakeholders

Level 7: Prototype ready for demonstration in an appropriate operational environment

SRL 7: Demonstrated Science

SRL 6 – solution(s) demonstrated in relevant environment and in co‐operation with relevant stakeholders to gain initial feedback on potential impact

Level 6: System/subsystem model or prototype demonstration in a simulated environment

SRL 6: Consolidated Science and Products

SRL 5 – proposed solution(s) validated, now by relevant stakeholders in the area

Level 5: Component and/or validation in a simulated environment

SRL 5: End-to-End Performance Simulations

SRL 4 – problem validated through pilot testing in relevant environment to substantiate proposed impact and societal readiness   

Level 4: Component and/or validation in a laboratory environment

SRL 4: Proof of Concept

SRL 3 – initial testing of proposed solution(s) together with relevant stakeholders

Level 3: Analytical and experimental critical function and/or proof of concept

SRL 3: Scientific and Observation Requirements

SRL 2 – formulation of problem, proposed solution(s) and potential impact, expected societal readiness; identifying relevant stakeholders for the project.

Level 2: Technology concept and/or application formulated

SRL 2: Consolidation of Scientific Ideas

SRL 1 – identifying problem and identifying societal readiness

Level 1: Basic principles of concept are observed and reported

SRL 1: Initial Scientific Idea

(British Council et al., 2018; Ijzerman et al., 2020; Technology Centre, 2015)

Ketiga perbandingan pada table 1 menunjukkan bahwa apapun yang dihasilkan lembaga pengetahuan termasuk perguruan tinggi harus bedampak luas pada kehidupan makhluk Tuhan di bumi. Hal ini selaras pernyatan Nabi Muhammad yang menyatakan:
الْمُؤْمِنُ يَأْلَفُ وَيُؤْلَفُ، وَلَا خَيْرَ فِيمَنْ لَا يَأْلَفُ، وَلَا يُؤْلَفُ، وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Artinya: “Orang mukmin itu ramah dan diperlakukan dengan ramah. Tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak ramah. Dan sebaik-baiknya manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang yang lain." (Hadits Riwayat ath-Thabrani)
Spirit dari pernyataan ini siapapun dan apapun harus ramah dan yang paling bermanfaat bagi yang lainnya. Maka kesemuanya  harus terbangun di perguruan tinggi dengan prasyarat seperti dinyatakan  (Maarif, 1985) bahwa kerja-kerja perguruan tinggi terbentuk/dibentuk dengan (sengaja/tidak sengaja) iklim  patron-klien (majikan - buruh) dan bukan egalitarianisme sehingga  terjadi  suasana hipokrit di Perguruan Tinggi. Kerja perguruan tinggi harus mendasarkan pada iklim egalitarianism. Iklim yang bisa terbangun ketika perguruan tinggi yang tidak berfungsi sebagai "menara gading", melainkan "menara air" - yang menyalurkan hasil penelitian dan inovasinya kepada masyarakat. Untuk mengakhiri tulisan bahwa dalam menerapkan paparan tersebut perlu diingat pernyataan Murray (Murray, 2024) berikut: Universities are becoming an increasingly important space for culture and creativity, but the results need to be tested in the world outside.  Apapun yang dihasilkan oleh perguruan tinggi – baik budaya dan kreativitas harus diuji di dunia luar perguruan tinggi. Begitupula pernyataan Moses (Moses, 2024) bahwa Each year, millions of scientific research papers are published. Virtually none of them can be understood by a general audience. And, not many scientists are doing anything about this. Setiap tahun, produk ilmiah perguruan tinggi pada akhirnya mubadzir karena tidak dapat dipahami oleh khalayak umum dan tidak operasional penerapannya di masyarakat. Bahkan PT dan orang di dalamnya tidak melakukan apa pun untuk mengatasi hal ini. Wallahu a’lam.

KAMPUS BERDAMPAK – MENCARI PIJAKAN FALSAFAHNYA