Senin, 20 Maret 2023 – Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam (HMPS PAI) Kabinet Banatara mengadakan Seminar Moderasi Beragama dengan mengangkat tema “Internalisasi Nilai-Nilai Moderasi Beragama: Pentingnya Menghargai Keberagaman Budaya”. Moderasi seminar dilaksanakan di Aula PPG dengan peserta seminar hingga memenuhi aula, dalam hal ini peserta juga menghadiri oleh mahasiswa dari kampus IIM Surakarta dan Universitas Pignateli Triputra. Teman-teman mahasiswa dari IIM Surakarta dan UPITRA ini merupakan undangan delegasi untuk menghadiri acara seminar sebagai bentuk kolaborasi HMPS PAI dengan kampus lain guna menjalin tali persaudaraan. Kegiatan ini bertujuan membentuk diri mahasiswa agar memiliki kepribadian yang moderat, dan harapannya dapat mengimplementasikan nilai-nilai moderasi beragama dengan baik dalam lingkungan masyarakat.
Moderasi seminar ini juga meliputi jajaran fakultas dan beberapa dosen PAI yang turut memeriahkan acara tersebut. Dalam rangkaian kegiatan ini didahului dengan beberapa sambutan-sambutan. Sambutan pertama disampaikan oleh saudara Nur Faiz Dwibowo selaku ketua panitia, ia menyampaikan bahwa kegiatan moderasi ini dapat dilakukan atas kerjasama semua pihak dan mengucapkan terima kasih kepada peserta yang telah hadir, serta diharapkan setelah mengikuti seminar ini dapat mengimplementasikan moderasi nilai-nilai yang didapatkan. Sambutan kedua disampaikan oleh saudari Oktavia Adeliya Putri selaku ketua HMPS PAI, menyampaikan bahwa sikap moderat penting kita tanamkan dalam diri karena kita terlahir di Negara yang heterogen akan budaya, suku, dan agama. Sambutan terakhir disampaikan oleh Dr. Imroatus solikhah, M.Pd. selaku wakil dekan III,
Kegiatan pada pagi hari ini mendatangkan 2 narasumber, pertama Bapak AB Gunawan D.psi, S.Th (Pendiri Yayasan Pintu Keselamatan Ketua Perhimpunan Pendeta BUTARU), narasumber kedua Dr. Mujiburrahman, M.Pd.I (Dosen Pasca Sarjana IIM Surakarta) dan dengan moderator Bapak Kholis Firmansyah, SHI, MSI (Koorprodi PAI FIT UIN Raden Mas Said Surakarta). Sebelum kedua narasumber menyampaikan materinya, moderator memberikan prolog bahwa perbedaan adalah suatu keniscayaan, termasuk perbedaan agama dan budaya. Indonesia memiliki 6 agama resmi dan beragam budaya. Perbedaan yang ada dapat berpotensi menjadi konflik, manakala masyarakatnya tidak dapat menerima perbedaan dengan lapang dada. Maka dari itu perlu dikaji lebih dalam seputar moderasi beragama.
Dalam tuntutannya Bapak Gunawan menjelaskan internalisasi merupakan sarana sebagai penghayatan terhadap suatu ajaran ajaran yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Beliau menganalogikan rel kereta, sebagai jalan untuk menuju satu tujuan yang utuh dimana di sekitar rel kereta banyak hal-hal yang saling melengkapi. Beliau juga menyampaikan moderasi beragama adalah cara hidup untuk saling rukun, menghormati, dan bertoleransi tanpa harus menimbulkan konflik karena perbedaan yang ada. Moderasi beragama dapat tercipta di Indonesia, refleksi keberagamaan dengan enjoy, yakni dalam ranah sosial. Salah satu unsur untuk menciptakan moderasi beragama adalah membuka komunikasi kran dengan agama lain dan harus dibangun dengan baik. Kran komunikasi ini dibangun dengan selalu menekankan prinsip kerendahan hati dan mencintai. Kerendahan hati sebagai hal utama yang melatar belakangi moderasi beragama ini bisa diciptakan, dengan hal tersebut individu tidak meninggikan egoisme. Beliau berpesan untuk menciptakan moderasi beragama yaitu kita bisa rekonsiliasi, membuka kran komunikasi, dan memahami keberagaman yang ada dengan ikhlas.
Pemateri kedua Bapak Mujiburohman menyampaikan bahwa dalam moderasi setiap individu pasti memiliki persepsi dan pikiran yang berbeda, dengan adanya hal tersebut kita harus bisa mengusahakan bagaimana kita membangun satu tujuan yang utuh sehingga terciptanya kerukunan dalam beragama. Beliau menjelaskan bahwa dalam diri kita khususnya seorang muslim harus dapat menanamkan prinsip tawasuth, tawazun, tasamuh, i'tidal, musawah, dan syura. Beliau juga menekankan pentingnya sebuah komitmen kebangsaan dan toleransi sebagai pembentuk moderasi, khususnya di negara Indonesia yang penuh dengan keberagaman. Tidak hanya itu, dalam pemaparanya, kita sebagai agen kontrol sosial dapat mengimplementasikan moderasi beragama dalam kebudayaan yang ada di Indonesia, hal ini dapat diterjemahkan ke dalam tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Kedua narasumber tersebut juga memberikan arahan, sebagai mahasiswa agar peka akan moderasi beragama. Mahasiswa bisa menjadi pelopor moderasi beragama dalam lingkungan sekitar dengan menjadikan diri kita sendiri sebagai contoh yang baik dalam implementasi nilai-nilai moderasi beragama. Pada sesi penutup pernyataan Bapak Gunawan menyampaikan “Mari kita hidup rukun, apapun latar belakang agama kita, unggulan kita selalu bersama guna menyejahterakan bangsa Indonesia”. Sedangkan Bapak Mujiburrahman menyampaikan “Hormat tidak harus mengikuti, berbeda bukan berarti musuh, yang beda jangan disama-samakan, yang sama jangan dibeda-bedakan, mari kita membangun tujuan yang sama sesuai Bhineka Tunggal Ika”. Moderasi seminar akhirnya ditutup dengan kutipan dari Beliau bapak Kholis Firmansyah, mengutip dari Gus Dur, bahwasanya ilmu seseorang semakin tinggi,
Seminar moderasi juga dimeriahkan oleh penampilan sanggar tari dari teman-teman HMPS PGMI dan juga penampilan yang luar biasa oleh mahasiswa Pendidikan Agama Islam saudari Kharisma Hestyana yang menampilkan dua lagu. Kegiatan yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam kabinet Banatara berjalan dengan lancar, meriah, dan sukses.
Kontributor : Achfan Aziz Z