Oleh : Kholis Firmansyah
Memahami Skripsi, Tesis dan Disertasi
Dalam dunia akademik, istilah skripsi, tesis, dan disertasi sering kali dipahami sebagai karya ilmiah akhir pada setiap jenjang pendidikan tinggi, meskipun saat ini banyak perguruan tinggi yang telah menerapkan tugas akhir pengganti skripsi, misalnya publikasi artikel jurnal ataupun buku ber-ISBN. Namun, perbedaan mendasar dari ketiganya tidak jarang masih menimbulkan pertanyaan, terutama bagi mahasiswa yang tengah menempuh studi lebih lanjut. Pada perkuliahan Metodologi Penelitian yang disampaikan di Program Doktor Ilmu Hukum UNS, Prof. Irwansyah, SH, MH memberikan penjelasan komprehensif terkait perbedaan ketiga karya ilmiah tersebut.
Skripsi merupakan karya ilmiah yang ditulis mahasiswa strata satu (S1) sebagai salah satu syarat kelulusan. Dasar hukumnya diatur dalam Permendikbud No. 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Skripsi bertujuan menunjukkan kemampuan mahasiswa dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. Tesis merupakan karya ilmiah yang disusun mahasiswa strata dua (S2/magister) sebagai bukti kemampuan melakukan penelitian yang lebih mendalam. Tesis berfokus pada analisis kemampuan kritis, sintesis, dan menemukan kontribusi ilmiah terbatas dalam bidang keilmuan tertentu. Sedangkan disertasi merupakan karya ilmiah mahasiswa program doktor (S3) yang menjadi bukti kemampuan melakukan penelitian, menemukan, mengembangkan, atau menemukan teori baru. Disertasi harus memberikan kontribusi signifikan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, atau seni.
Antara skripsi, tesis dan disertasi terdapat beberapa perbedaan. Pertama, Tingkat Kedalaman Ilmiah, yakni skripsi tekanan penerapan teori, tesis tekanan analisis dan sintesis, sedangkan disertasi tekanan pada teori penemuan atau pengembangan; Kedua, Tujuan Akademik, yakni skripsi bertujuan melatih penelitian dasar, tesis membuktikan kemampuan analisis mendalam, sementara disertasi memberikan kontribusi ilmiah.
Prof. Dr. Irwansyah, SH, MH menggambarkan perbedaan skripsi, tesis dan disertasi dengan analogi dunia kedokteran. Skripsi ini adalah seorang dokter umum, yang menguasai berbagai hal secara umum dan mampu menerapkan pengetahuan dasar medis. Tesis ibarat seorang dokter yang mulai mengambil spesialisasi, mendalami satu bidang tertentu dengan penelitian yang lebih fokus. Sedangkan Disertasi ibarat dokter spesialis, yang menguasai secara mendalam satu bidang sempit tetapi memiliki kontribusi yang luas. Menurut beliau, disertasi itu ibarat “tahu banyak tentang yang sedikit”, artinya penelitian disertasi fokus pada satu titik kecil tetapi dikerjakan dengan kedalaman dan ketelitian luar biasa.
Sebagai contoh judul penelitian yang membedakan antara skripsi, tesis dan disertasi.
Skripsi |
Tesis |
Disertasi |
Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. |
Analisis Teori Good Governance terhadap Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi dalam Penyaluran Dana Bantuan Sosial di Indonesia. |
Rekonstruksi Sistem Pengawasan dan Pertanggungjawaban Dana Bantuan Sosial dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah sebagai Upaya Pencegahan Korupsi di Indonesia. |
Implementasi Pendidikan Inklusi di MTsN Singkawang Berdasarkan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif. |
Analisis Teori Keadilan John Rawls terhadap Hambatan dan Upaya Implementasi Pendidikan Inklusi di MTsN Singkawang. |
Rekonstruksi Konsep Hak atas Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Madrasah: Pendekatan Kasus Pendidikan Inklusi di MTsN Singkawang |
Perbedaan karakteristik judul antara skripsi, tesis dan disertasi antara lain, bahwa judul skripsi biasanya deskriptif, fokus pada penerapan teori atau kajian terhadap kasus tertentu. Sedangkan Tesis, judulnya lebih analitis, menunjukkan evaluasi, perbandingan, atau sintesis, serta berusaha menemukan keterbatasan teori yang ada. Sedangkan Disertasi, judulnya bersifat pemecahan masalah, rekonstruktif, atau reformulatif, serta menunjukkan kontribusi nyata bagi pengembangan ilmu hukum.
Maka, dalam menentukan judul penelitian dapat memperhatikan beberapa hal sebagai berikut, (1) Relevansi dengan Isu Aktual, pilih topik yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, agar penelitian bermakna dan tidak ketinggalan; (2) Kesesuaian dengan Minat dan Keahlian, sesuaikan judul dengan bidang yang dikuasai, sehingga memudahkan proses penelitian dan penulisan; (3) Pertimbangan Keterbatasan, misalnya untuk skripsi, hindari topik yang terlalu luas; pilih isu yang realistis dengan waktu dan sumber daya yang tersedia; (4) Kebaruan (Novelty), terutama untuk disertasi, judul harus memuat nilai kebaruan (orisinalitas) baik dari sisi teori, metode, maupun kebijakan yang ditawarkan; (5) Menggunakan Kata Kunci yang Tepat, seperti analisis, evaluasi, rekonstruksi, reformulasi, efektivitas, perbandingan, dapat menandai tingkat kedalaman penelitian; (6) Rumuskan dengan Jelas dan Fokus, pastikan judul mencerminkan masalah dalam penelitian.
Dalam perkuliahan Metodologi Penelitian, Prof. Irwansyah, SH, MH menjelaskan bahwa Skripsi bersifat deskriptif-aplikatif , yaitu menggambarkan fenomena tertentu dengan menerapkan teori yang ada. Tesis bersifat analisis-komparatif , yaitu menganalisis, membandingkan, atau menguji suatu teori dengan data untuk menemukan kelebihan dan kelemahan. Disertasi bersifat rekonstruktif-kontributif , yaitu berupaya merekonstruksi teori, konsep, atau kebijakan agar menghasilkan kontribusi nyata bagi pengembangan ilmu maupun praktik.
Perbedaan Cara Penyelesaian Masalah
Prof. Dr. Irwansyah, SH, MH menjelaskan perbedaan mendasar cara penyelesaian masalah pada skripsi, tesis, dan disertasi. Skripsi, masalah diselesaikan dengan standar normal, dan teori hanya digunakan sebagai pelengkap, bukan inti solusi. Contoh judul skripsi “Analisis Yuridis Terhadap Praktik Politik Uang pada Pemilu Legislatif di Indonesia”, Fokus untuk menguraikan praktik politik uang, dasar hukum yang melarangnya (misalnya UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu), serta dampaknya terhadap maraknya korupsi. Teori hukum dipakai untuk memperkuat deskripsi, tapi belum menjadi alat utama pemecahan masalah.
Contoh dalam tesis, teori harus menjadi alat pemecah masalah. Penelitian lebih analitis dan teoritis, menggunakan teori untuk menjawab mengapa biaya pemilu tinggi mendorong korupsi. Misalnya judul tesis “Analisis Teori Ekonomi Politik dalam Menjelaskan Korelasi Biaya Pemilu yang Tinggi dengan Maraknya Korupsi di Indonesia”, fokus menggunakan teori ekonomi politik untuk menganalisis bagaimana kebutuhan dana besar dalam pemilu membuat kandidat mencari sumber dana ilegal yang akhirnya melakukan praktik korupsi. Teori menjadi alat utama untuk memahami masalah.
Sedangkan Disertasi, bahwa teori yang dianggap kurang memadai, maka harus dikembangkan. Penelitian menawarkan konstruksi baru atau pengembangan teori agar masalah dapat diselesaikan dengan lebih tepat. Misalnya judul disertasi “Rekonstruksi Teori Pertanggungjawaban Politik dalam melibatkan Korupsi akibat Tingginya Biaya Pemilu di Indonesia”, fokus untuk menilai keterbatasan teori ekonomi politik dan teori hukum pidana yang ada, lalu mengembangkan model baru berupa “Teori Pertanggungjawaban Politik” yang mencakup aspek hukum, etika politik, dan regulasi pembiayaan pemilu. Hasilnya diharapkan memberikan konteks dan praktis bagi reformasi hukum pemilu.
Penekanannya adalah, bahwa dalam Skripsi, teori sebagai pelengkap . Dalam Tesis, teori sebagai alat utama , yaitu teori menjelaskan dan menyelesaikan masalah. Sedangkan dalam Disertasi, teori dikembangkan , yaitu jika teori lama kurang memadai, dibuat teori baru/rekonstruksi.
"Perbedaan" Dapat Memperkuat Kebaruan
Dalam setiap karya ilmiah, baik skripsi, tesis, maupun disertasi, mahasiswa harus mampu memetakan persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Persamaan menunjukkan bahwa penelitian masih berada dalam ruang lingkup keilmuan yang sama, sehingga terdapat kesinambungan akademik. Namun “perbedaan” menjadi nilai tambah yang menunjukkan kebaruan (kebaruan). Semakin besar perbedaan yang bisa ditampilkan, semakin tinggi kualitas karya ilmiah tersebut. Menurut Prof. Dr. Irwansyah, “Semakin banyak perbedaan, semakin bagus kualitasnya, terutama dalam disertasi. Perbedaan itu bisa pada teori, konsep, pendekatan, maupun analisis”.
Dalam skripsi, persamaan biasanya masih banyak mengulang penelitian sebelumnya. Perbedaan biasanya kecil, misalnya beda lokasi, waktu, atau objek penelitian. Sebagai contoh penelitian sebelumnya “Politik Uang dalam Pemilu di Jakarta Selatan”, kemudian skripsi yang sedang ditulis “Analisis Politik Uang dalam Pemilu di Surakarta”, sehingga perbedaannya hanya pada wilayah dan kasus, bukan teori baru. Dalam tesis, Persamaan: tetap Merujuk penelitian sebelumnya, tetapi mulai membandingkan. Sedangkan perbedaan yang diangkat lebih substansial, bisa berbeda pada aspek teori atau pendekatan yang digunakan.
Sedangkan dalam Disertasi, persamaan diketahui tetap pada bidang keilmuan yang sama, namun perbedaan lebih luas dan mendalam, perbedaan bisa ditemukan pada teori baru, rekonstruksi konsep, pendekatan model, atau analisis integratif. Sebagai contoh pada penelitian disertasi sebelumnya “menganalisis korupsi akibat biaya pemilu mahal dengan teori ekonomi politik dan teori pilihan rasional'. Kemudian dalam disertasi yang sedang ditulis menemukan bahwa teori-teori tersebut kurang memadai, lalu berkembang “Teori Pertanggungjawaban Politik” yang mencakup aspek hukum pemilu, etika politik, dan regulasi pembiayaan.
Prof. Dr. Irwansyah, SH, MH menekankan bahwa disertasi pada hakikatnya menuntut adanya kontribusi baru bagi ilmu pengetahuan. Idealnya kontribusi itu berupa penemuan teori baru. Namun beliau menambahkan, “Apabila tidak menemukan teori baru, maka disertasi tetap dapat bernilai tinggi bila dilakukan modifikasi terhadap teori yang sudah ada” . Modifikasi berarti melakukan perubahan, penyempurnaan, atau penyesuaian pada teori lama agar lebih sesuai dengan konteks permasalahan yang diteliti. Dengan kata lain, teori lama tidak ditolak sepenuhnya, tetapi disesuaikan sehingga melahirkan model atau kerangka analisis baru yang lebih relevan.
Aspek |
Teori Baru |
Modifikasi Teori |
Sumber |
Dibangun dari kelemahan teori lama, namun hasilnya benar-benar berbeda |
Berdasarkan teori lama, tapi tidak merata/diperbaiki |
Kebaruan |
Orisinal, belum pernah ada sebelumnya |
Adaptasi, kombinasi, atau rekonstruksi |
Dengan demikian, dalam disertasi tidak selalu harus menemukan teori baru. Apabila kondisi penelitian tidak memungkinkan, modifikasi teori merupakan langkah ilmiah yang sah dan tetap memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan ilmu hukum maupun kebijakan.
Metode Normatif dan Empiris dalam Disertasi
Menurut Prof. Dr. Irwansyah, SH, MH, penelitian disertasi umumnya tidak cukup hanya dengan metode normatif (kajian dokumen, peraturan-undangan, teori hukum), tetapi perlu diperkaya dengan metode empiris (fakta lapangan, wawancara, survei, studi kasus). Beliau mencontohkan bahwa dalam pembahasan masalah disertasi, biasanya: rumusan masalah pertama dan kedua bersifat normatif, sedangkan rumusan masalah ketiga bersifat empiris .
Contoh Rumusan Masalah Normatif
1. Bagaimana pengaturan hukum tentang pembiayaan pemilu di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017?
2. Bagaimana tanggung jawab hukum bagi kandidat atau partai politik yang melakukan pelanggaran dana kampanye berdasarkan peraturan perundang-undangan?
Kedua pertanyaan diatas menggunakan pendekatan normatif, yaitu membahas aturan tertulis, doktrin, dan teori hukum.
Kemudian contoh Rumusan Masalah Empiris
3. Bagaimana praktik penggunaan dana politik dalam pemilu legislatif di Indonesia, dan sejauh mana praktik tersebut berkontribusi terhadap maraknya korupsi?
Pada pertanyaan ketiga memerlukan pendekatan empiris, misalnya wawancara dengan kandidat, KPU, Bawaslu, atau analisis data kasus korupsi pasca pemilu.
Kombinasi Normatif-Empiris dirasa sangat penting dalam Disertasi, dikarenakan Normatif dapat menjawab aspek hukum tertulis (undang-undang, peraturan, konsep, doktrin). Sedangkan Empiris dapat menjawab realitas sosial hukum (gap antara das sollen dan das sein). Maka Disertasi harus menunjukkan kontribusi nyata, sehingga teori hukum perlu diuji dengan fakta empiris.
Semakin Banyak “Sebab”, Semakin Layak Diteliti
Menurut Prof. Dr. Irwansyah, SH, MH, bahwa Skripsi lebih banyak mendeskripsikan peraturan yang ada, serta penerapannya dalam kasus tertentu. Tesis tidak cukup hanya menjelaskan aturan, tetapi harus menganalisis penyebab masalah dan menggunakan teori untuk menjawabnya.
Sedangkan Disertasi menggali akar permasalahan yang lebih dalam (misalnya sistem, struktur, atau paradigma yang salah), lalu menawarkan konsep/rekonstruksi baru. Misalnya judul disertasi “Rekonstruksi Konsep Pembiayaan Pemilu di Indonesia Berbasis Keadilan Ekonomi Syariah sebagai Upaya Pencegahan Korupsi Politik”, dimana penelitian tersebut fokus menemukan akar masalah (desain sistem pembiayaan politik), lalu menawarkan konsep baru yang lebih adil dan sesuai prinsip syariah.
Menurut Prof. Dr. Irwansyah, SH, MH, Disertasi harus berangkat dari masalah yang kompleks. Semakin banyak sebab yang bisa diidentifikasi, semakin layak topik yang diteliti. Bukan hanya melihat gejala, tetapi mencari akar masalah di balik suatu peristiwa .
Sebagai contoh menemukan sebab-sebab mengapa demo sering terjadi? Misalnya ditemukan beberapa sebab, antara lain: (1) Lemahnya kepercayaan publik pada institusi Negara; (2) Ketidakadilan ekonomi yang berkelanjutan; (3) Rendahnya kualitas komunikasi kebijakan pemerintah; (4) Kurangnya mekanisme penyelesaian konflik non-formal, dan seterusnya. Maka semakin banyak sebab yang dapat ditemukan, semakin menunjukkan kompleksitas masalah, semakin layak dilakukan penelitian.
Pendekatan dalam Penelitian
Menurut Prof. Dr. Irwansyah, SH, MH, dalam penelitian hukum bisa digunakan berbagai pendekatan, antara lain: (1) Pendekatan Kasus, yaitu menganalisis putusan pengadilan/penegakan hukum atas suatu kasus tertentu; (2) Pendekatan Undang-Undang, yaitu menelaah aturan hukum positif yang berlaku; (3) Pendekatan sejarah, yaitu melihat perkembangan pengaturan hukum dari waktu ke waktu; (4) Pendekatan Filsafat, menggali nilai dan asas hukum yang mendasari; (5) Pendekatan Konsep, mengembangkan atau mengkritisi konsep hukum yang sudah ada; (6) Pendekatan Analisis, melakukan kajian mendalam dengan metode analisis tertentu; (7) Pendekatan Teori, menggunakan teori hukum sebagai pisau analisis utama; (8) Pendekatan Interpretasi, menafsirkan norma atau aturan hukum agar sesuai dengan konteks.
Catatan ini sebagai pengingat sekaligus inspirasi yang luar biasa dari materi pertemuan pertama dalam mata kuliah Metodologi Penelitian yang diampu oleh Prof. Dr. Irwansyah, SH, MH, semoga bermanfaat…