Oleh : Dr. Muhammad Munadi, M.Pd.
Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah, UIN Raden Mas Said Surakarta
Kurikulum Merdeka
Untuk memudahkan perbincangan perlu penjabaran istilah-istilah dalam kurikulum merdeka, yaitu: MBKM, P-5, dan PPRA. MBKM kependekan dari Merdeka Belajar dan Kurikulum Merdeka, Kurikulum Merdeka, P-5 kependekan dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, serta PPRA kependekan Profil Pelajar Rahmatan lil ‘Alamin.
Istilah terakhir penulis sebut sebagai Proyek Penguatan Profil Pelajar Rahmatan lil ‘Alamin atau P4RA. Operasional pelaksanannya banyak bermunculan kritik seperti kritik Doni Koesoema A, Darmaningtyas, serta Indra Charismiadji. Terlepas itu semua, perbincangan saat mendampingi para pelaksana Kurikulum Merdeka di jenjang SMP mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (PAI dan BP) terdapat beberapa catatan yang mestinya menjadi bahan perbaikan kurikulum ini.
Penguatan Kejelasan Landasan Filosofis
Selama ini ketika membahas kurikulum merdeka selalu dikait-kaitkan dengan Teori Belajar Konstruktivisme, sementara ada filsafat yang harus lebih dipakai yaitu filsafat sesuai paparan Eric Fromm dari 2 bukunya yaitu: Erich Fromm. (1969). Escape From Freedom dan Erich Fromm. (2001). The Fear of Freedom. Kedua buku ini membahas kemerdekaan dari 2 sisi seperti dalam tabel berikut.
Tabel 1. Perbedaan Freedom Of dan Freedom From
Freedom Of |
Freedom From |
|
|
|
|
|
|
(Fromm, 1969, 2001)
Tabel 1 menunjukkan bahwa kebebasan diperlukan proses dialektika yang dihasilkan dari tumbuhnya individuasi dan dari tumbuhnya kebebasan individu, Anak menjadi lebih bebas untuk mengembangkan dan mengekspresikan dirinya sendiri tanpa terhalang oleh ikatan-ikatan yang membatasinya. Tetapi anak juga menjadi lebih bebas dari dunia yang memberinya rasa aman dan kepastian serta Menguatnya “Kita” dibandingkan “Saya” dan “Kami” dalam proses hidup.
Kebebasan dari otoritas eksternal adalah keuntungan abadi hanya jika kondisi psikologis batin sedemikian rupa sehingga kita mampu membangun individualitas kita sendiri. Dialektika menjadi sangat penting bagi warga sekolah/madrasah/perguruan tinggi dalam penentuan semua yang berkait dengan siswa/mahasiswa.
Namun semuanya terfasilitasi oleh rekam jejak (termasuk entry behavior, rekam prestasi akademik dan non akademik) tiap siswa dari lembaga pendidikan di rumah, sekolah bahkan masyarakat (tempat ibadah, dan lain-lain). Mereka sudah mendapatkan apa, memiliki bakat, minat, prestasi dan yang lainnya untuk dikembangkan bersama antara murid dengan guru atau murid dengan murid di tri pusat pendidikan (rumah, sekolah dan masyarakat).
Apakah database ini sudah disiapkan? Ini yang menjadi masalah terbesar dalam implementasi kurikulum merdeka. Data base ini kalau ada dan bisa dibuka/diakses di tripusat pendidikan, maka anak bisa dikembangkan secara optimal di jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Bila ini tidak terjadi pendidikan seperti ibarat di pom bensin mulai dari nol. Kalau database ini tidak ada bagaimana tiap jenis, jenjang dan jalur pendidikan bisa mengembangkan setiap siswa/mahasiswa?
Penguatan Kejelasan Landasan Psikologis dan Integrasi Ilmu
Doktrin yang selalu disampaikan dalam setiap pelatihan atau bimtek tentang kurikulum merdeka dinyatakan bahwa Kurikulum ini membuat siswa dapat memilih pelajaran sesuai dengan minat dan bakat dengan sistem pembelajaran berbasi project based learning (PjBL). Pertanyaan mendasarnya apakah sekolah memiliki, merekam dan memantau bakat dan minat siswa/mahasiswa? Apakah hasil bakat dan minat siswa/mahasiswa bisa diakses oleh semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan?
Kalau belum berarti perlu memberdayakan guru-guru yang bersinggungan langsung dengan bakat dan minat siswa yaitu konselor/guru BK, Psikolog Sekolah/Madrasah/perguraun tinggi. Hasil perekaman dan pemantauan bakat dan minat siswa/mahasiswa harus bisa dipakai secara operasional oleh guru lainnya. Itu berarti data perekaman dan pemantauan bakat dan minat harus sudah matang dan bukan data mentah.
Ketika sudah diketahui data matang perekaman dan pemantauan bakat dan minat, maka harus ditindaklanjuti oleh setiap guru sehingga pembelajarannya tidak melulu klasikal tetapi bisa satu kelompok dengan kecenderungan yang sama dalam bakat dan minat, bahkan bisa saja pembelajaran individual. Pembelajaran individual ini bisa diintegrasikan dengan model project based learning (PjBL).
Strategi pembelajaran ini menurut Tan dan Chapman (2016) memiliki ciri project-based learning engages students in authentic learning through project work. Ada 2 ciri pernyataan tersebut: engages students in authentic learning dan project work. Hasil atau produk PjBL baik di kelas maupun pada kegiatan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, serta PPRA kependekan Profil Pelajar Rahmatan lil ‘Alamin, bisa berorientasi 7 pengetahuan, yaitu: Tacit, Explicit, implicit, declarative, procedural, priori, dan posteriori (Gupta, 2022).
Gambar 1 menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan dalam P5 dan P4RA (PPRA) tidak mesti produk barang tetapi lebih dari itu. Dengan demikian harus ada pemahaman pada pelaksana kegiatan tersebut berkaitan dengan integrasi ilmu. Integrasi ilmu harus mendasarkan pada gambar berikut (Munadi, 2020, 2021, 2022)
Gambar 2. Integrasi melalui multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin
Produk P5 dan P4RA (PPRA) kerangkanya mendasarkan gambar 2 setidaknya berorientasi pada pemecahan masalah atau penciptaan permasalahan baru. Semangat dari dua kegiatan tersebut hakikatnya integrasi ilmu, sehingga perlu kehati-hatian yang tinggi pada guru dalam melaksanakannya. Selain itu penghargaan atas diferensiasi siswa harus dipahami benar oleh para guru, karena diantaranya penyesuaian dengan ragam kecerdasan menjadi pijakan pembelajaran.
Diantaranya pembelajaran tidak berlaku lagi one-size-fits-all atau onefits-for-all, tetapi harus menghormati teori Kecerdasan Gandar milik Gardner (Gardner, 1999, 2011) bahwa seseorang memiliki minimal 1 dari 8 kecerdasan (kecerdasan linguistic, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan music, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik-jasmani, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, serta kecerdasan naturalistic), penghormatan keragaman latarbelakang orang tua dan lainnya sehingga ini harus dimanfaatkan dalam pembelajaran melalui diferensiasi kurikulum dan pembelajaran. Gambarannya bisa mengacu berikut (Tomlinson, 2017).
Gambar 3. Aliran pembelajara di Kelas berdiferensiasi
Gambar 3 menunjukkan bahwa seorang guru harus mendapatkan informasi yang banyak tentang siswa baik berkaitan dengan latar belakang orang tua (sosial, kultural, keagamaan, jenjang pendidikan, dll) yang mendukung proses pembelajaran anak di jenjang formal, entery behavior, motivasi anak, capaian-capaian (akademik dan non akademik) siswa, inteligensi, bakat dan minat serta faktor lain yang mempengaruhi proses pembelajaran siswa.
Daya dukungnya kurikulum harus terselenggara dalam kegian – intra, ko dan ekstrakurikuler dalam keragaman – konten, metode, media dan evaluasi serta pada jalur jenis, dan jenjang pendidikan yang terpadu untuk optimalisasi tumbuh kembang siswa.
***
Daftar Pustaka
Fromm, E. (1969). Escape From Freedom. Avon Book.
Fromm, E. (2001). The Fear of Freedom. Routledge Classic.
Gardner, H. (1999). Intelligence reframed: multiple intelligences for the 21st century. Basic Books.
Gardner, H. (2011). The unschooled mind: how children think and how schools should. Basic Books.
Gupta, D. (2022). 7 Types of Knowledge: Explicit, Implicit, Tacit, & More. Whatfix Blog. https://whatfix.com/blog/types-of-knowledge/
Munadi, M. (2020). Manajemen Pendidikan Tinggi di Era Revolusi Industri 4.0 (1st ed.). Kencana. https://books.google.co.id/books/about/Manajemen_Pendidikan_Tinggi_di_Era_Revol.html?id=1pLyDwAAQBAJ&redir_esc=y
Munadi, M. (2021). Manajemen Pendidikan Tinggi di Era Revolusi Industri 4.0 Edisi 2 (2nd ed.). Kencana.
Munadi, M. (2022). Manajemen Pendidikan Tinggi di Era Revolusi Industri 4.0 Edisi Kedua. Kencana Prenada Media.
Tan, J. C. L., & Chapman, A. (2016). Project-Based Learning for Academically-Able Students: Sense Publishers.
Tomlinson, C. A. (2017). How to differentiate instruction in mixed-ability classrooms. ASCD.