Putri Kurniawati
putrikurniawati355@gmail.com
Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah, UIN Raden Mas Said Surakarta
Abstrak
Pernikahan siri merupakan pernikahan yang dilaksanakan dengan memenuhi rukun serta syarat yang telah ditetapkan agama, akan tetapi dilaksanakan tidak di hadapan pegawai pencatat nikah atau pernikahan yang tidak dicatatkan oleh Kantor Urusan Agama, sehingga pernikahan tersebut tidak mempunyai akta nikah yang dibuat oleh pemerintah. Pernikahan sirri ini dalam perspektif agama diperbolehkan dan disahkan, akan tetapi dalam perspektif negara tidak diakui secara hukum. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui legalitas pernikahan siri dalam masa pandemi Covid-19. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan pernikahan siri atau nikah siri adalah nikah rahasia. Kata “sirri” ini berasal dari Bahasa Arab yang bermakna rahasia, sembunyi- sembunyi serta diam-diam. Legalitas nikah sirri dimasa pandemi Covid-19 yaitu diperbolehkan dan dihalalkan, akan tetapi sebagai masyarakat yang tinggal di negara hukum, sebaiknya juga memperhatikan mengenai kerugian bagi istri dan anak ditimbulkan dari pernikahan sirri. Sebagai warga negara yang baik, sebaiknya pernikahan dilakukan pencatatan di Kantor Urusan Agama, agar nantinya selain sah secara agama, juga sah dan diakui serta dilindungi di mata hukum negara.
Muqaddimah
Islam merupakan agama yang rahmatal lil ‘alamin, yaitu agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta tanpa terkecuali. Agama islam mengatur segala aspek kehidupan manusia mulai dari hal kecil hingga yang kompleks. Seluruh aspek yang telah diatur tersebut, semuanya sudah tertuang di dalam Al-Qur’an dan Hadist. Salah satu aspek yang diatur dalam agama islam adalah aspek pernikahan.
Pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami isteri berdasarkan akad nikah dengan tujuan membentuk keluarga sakinah atau rumah tangga yang bahagia sesuai dengan hukum islam. Dalam masa pandemi Covid- 19, pernikahan sirri sering kali dijadikan sebuah jalan alternatif dalam melangsungkan pernikahan.
Pernikahan siri atau nikah siri berarti nikah nikah rahasia. Kata “sirri” ini berasal dari Bahasa Arab yang bermakna rahasia, sembunyi-sembunyi serta diam-diam. Sedangkan secara terminologi pernikahan siri dapat diartikan sebagai pernikahan yang diperintahkan agar dirahasiakan.
Pernikahan sirri ini merupakan pernikahan yang dilaksanakan dengan memenuhi rukun serta syarat yang telah ditetapkan agama, akan tetapi tidak dilaksanakan dihadapan pegawai pencatat nikah sebagai aparat resmi pemerintah atau pernikahan yang tidak dicatatkan oleh Kantor Urusan Agama, sehingga pernikahan tersebut tidak mempunyai akta nikah yang dibuat oleh pemerintah. Karena pernikahan siri ini hanya dianggap sah dimata agama saja, dan tidak dianggap sah dimata hukum, maka hal ini menimbulkan banyak perspektif mengenai legalitas serta hukum dari pernikahan siri tersebut.
Legalitas Nikah Sirri Di Masa Pandemi Covid-19
Kata sirri berasal dari bahasa Arab, yaitu Sirri atau sir yang bermakna rahasia. Pernikahan sirri ini dapat dikatakan sah dari sudut pandang agama, akan tetapi secara hukum di Indonesia tidak dapat dikatakan sah, hal ini karena pernikahan sirri ini tidak dicatat atau ditulis di kantor urusan agama. Suatu pernikahan yang dicatat oleh KUA memiliki kekuatan untuk memberikan kepastian hukum terhadap hak-hak para pihak, terutama isteri dan anak. Selain itu adanya pencatatan penikahan juga akan memberikan jaminan kepastian hukum, memberikan kemanfaatan hukum.
Pernikahan sirri ini merupakan salah satu akad pernikahan yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu, yaitu beriringan dengan masuknya agama islam dan menyebar di seluruh pelosok Indonesia. Terdapat berbagai persepsi mengenai pernikahan siri, ada yang berpendapat bahwa pernikahan siri itu adalah sah atau legal sepanjang dipenuhinya rukun pernikaham siri tersebut, namun disisi lain ada yang menganggap bahwa pernikahan sirri itu illegal atau tidak sah karena perkawinan siri merupakan perkawinan yang tidak tercatat atau dicatat oleh lembaga resmi Negara yang memiliki kewenangan pada dokumen administrasi Negara menurut hukum administrasi Negara.
Adapun hukum pernikahan siri dalam perspektif islam adalah sah atau legal serta dihalalkan atau diperbolehkan jika syarat serta rukun pernikahan dapat terpenuhi pada saat diberlangsungkan pernikahan sirri. Adapun rukun pernikahan itu ada lima yaitu adanya kedua mempelai, adanya wali nikah, adanya saksi nikah, adanya mahar atau maskawin serta adanya ijab qabul atau akad. Dengan ini maka dapat dimaknai bahwa pernikahan sirri itu sah dalam perspektif agama, namun dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 ayat (1) yang dijelaskan bahwa “Sebuah Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Hal ini berarti jika suatu pernikahan telah memenuhi syarat serta rukun nikah atau ijab qabul telah dilaksanakan (bagi umat islam), maka perkawinan tersebut telah sah terutama dari kaca mata agama islam.
Namun sahnya pernikahan ini perlu disahkan lagi oleh negara yaitu yang telah dijelaskan pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan, yaitu tentang pencatatan perkawinan bagi pihak yang melaksanakan pernikahan menurut agama islam pencatatan tersebut dilaksanakan di KUA guna memperoleh Akta Nikah sebagai bukti dari adanya perkawinan tersebut. Dalam pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa “Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah”.
Hal ini berarti adanya pencatatan pernikahan oleh negara menjadi aspek penting, sehingga pihak yang melalukan pernikahan selain sah secara agama juga sah secara hukum di negara Indonesia, sehingga mereka juga mendapatkan pengakuan secara agama dan juga memperoleh perlindungan hukum. Karena pernikahan yang dilakukan secara siri atau tidak dilakukan pencatatan hukum, akan dapat menimbulkan berbagai dampak dan akibat hukum yang merugikan, terutama pada istri dan anak-anak hasil pernikahan siri tersebut.
Virus Covid-19 mulai masuk ke Indonesia yaitu pada awal tahun 2020, dengan adanya virus ini maka seluruh aktifitas masyarakat menjadi terganggu. Salah satu aktifitas masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 ini adalah pernikahan. Dimana karena semakin meluas dan meratanya penyebaran Covid-19 di Indonesia hal ini menyebabkan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang bepengaruh pada pembatasan pelayanan pernikahan di KUA. Dengan adanya pembatasan ini menyebabkan penundaan pernikahan, sehingga sebagian masyarakat memilih untuk melangsungkan pernikahan sirri, karena dinilai sebagai jalan alternatif untuk kondisi pandemi.
Pernikahan siri dimasa pandemi Covid-19 memang dapat dijadikan sebagai jalan alternatif dalam melangsungkan sebuat pernikahan, namun perlu diperhatikan bahwa pernikahan siri ini memiliki dampak yang merugikan terutama pada pihak istri dan anak hasil pernikahan siri tersebut. Adapun dampak yang merugikan tersebut antara lain adalah tidak ada kejelasan status istri, pernikahan siri berpotensi menimbulkan keragu-raguan dan prasangka buruk menjadi lebih terbuka, nikah sirri berpotensi merampas hak istri dalam hal perceraian, istri tidak dianggap sebagai istri yang sah, tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami, dan tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perceraian serta anak hasil pernikahan siri adalah anak tidak dapat mengurus akta kelahiran.
Hukum pernikahan sirri pada masa Pandemi Covid-19 ini adalah diperbolehkan atau disahkan secara agama, hal ini sesuai dengan hukum asal dari pernikahan siri itu sendiri, akan tetapi sebagai warga masyarakat yang dinegara hukum, kita sebaiknya juga memperhatikan mengenai akibat-akibat yang berpotensi merugikan karena ditimbulkan dari pernikahan siri tersebut, sehingga sebagai warga negara hendaknya segera mencatatkan pernikahan di kantor urusan agama.
Kesimpulan
Legalitas nikah siri di masa pandemi Covid-19 adalah sesuai dengan hukum asal dari pernikahan sirri itu sendiri yaitu diperbolehkan dan dihalalkan (sah secara agama) dikarenakan rukun dan syaratnya telah terpenuhi, akan tetapi sebagai warga negara Indonesia yang tinggal di negara hukum, sebaiknya juga memperhatikan mengenai akibat-akibat yang ditimbulkan dari pernikahan sirri tersebut, sehingga setelah melakukan pernikahan sirri di masa pandemi, segera disahkan secara hukum, yakni didaftarkan di KUA setempat.
Daftar Pustaka
Fakhria, Sheila, 2016, Menyoal Legalitas Nikah Sirri (Analisis Metode Istislahiyyah), Al- Ahwal, Vol. 9, No. 2, Hlm. 185.
Jaya, Dwi Putra, 2017, Nikah Siri Problematikanya Dalam Hukum Islam, Jurnal Hukum Sehasen, Vol. 2, No. 2, Hlm. 15-19.
Rahajaan, Jakobus Anakletus, 2020, Legalitas Pernikahan Siri di Indonesia, Public Policy, Vol. 1, No. 1, Hlm. 11-12.
Rahman, Faiz dan Rizka Nur Faiza, 2014, Perkawinan Siri Online Ditinjau Dari Perspektif Hukum Perkawinan Islam Yang Berlaku Di Indonesia, Jurnal Penelitian Hukum, Vol. 1, No. 1, Hlm. 37-38.
Syamdan, Addin Daniar, Djumadi Purwoatmodjo, 2019, Aspek Hukum Perkawinan Siri dan Akibat Hukumnya, Notarius, Vol. 12, No. 1, Hlm. 461-462.