07 October 2023

Rekonstruksi Karakter Pelajar: Tinjauan Terhadap Fenomena Kemerosotan Karakter Pelajar

Oleh : Enggal Bagas Nova Saputra

Memilukan… Satu kata yang merepresentasikan kondisi pelajar Indonesia saat ini. Berkaca dengan banyaknya kasus kenakalan remaja yang kian brutal dan meresahkan. Ada apa dengan pelajar kita? Apakah ini salah gurunya atau orang tua? Atau bahkan murni kesalahan pelajar itu sendiri?


Melansir dari situs jurnalpost.com menurut data UNICEF pada tahun 2016, kasus kenakalan yang dilakukan oleh pelajar pada usia remaja mencapai 50%. Data ini didukung dengan meningkatnya angka kriminalitas dari tahun ke tahun hingga belakangan ini, yang mana para pelajar turut menyumbang angka kriminalitas tersebut. Kriminalitas yang dilakukan oleh anak usia dibawah umur (pelajar) menjadi pedang bermata dua. Melihat fakta yang terjadi, perbuatan kriminal yang dilakukan pelajar tidak dapat ditekan secara signifikan karena terhalang regulasi yang membatasi penghukuman bagi pelaku kriminal dibawah umur.
 
Pesatnya kemajuan teknologi dewasa in, tidak dapat dihindari bagaikan air terjun yang terus mengalir deras mengguyur bebatuan di bawahnya. Berdasarkan hasil penelitian dari sebuah jurnal, ditemukan bahwa perkembangan teknologi yang sedemikian cepat menyebabkan pelajar mengalami overload information yang mengakibatkan banyaknya informasi yang terus menerus mengalir, yang kian mengkhawatirkan tanpa adanya filter untuk menyaring informasi yang beredar.

Kapasitas seorang pelajar dalam menerima dan mengolah informasi, seharusnya dapat menelaah sera memastikan validitas informasi yang didapat, pada faktanya hal ini belum mampu dilakukan oleh pelajar. Berkaca pada rentang usia pelajar 12 – 17 tahun memiliki tingkat kestabilan emosional dan rasional yang belum matang, sehingga belum bisa menyikapi informasi yang beredar khususnya di Internet. Tidak jarang ditemukan pelajar yang sering mengikuti trend yang tidak baik, melainkan semata-mata hanya untuk bercanda namun dampak yang ditimbulkan sangatlah memprihatinkan.

Seperti yang kita ketahui secara umum, berbagai platform media sosial yang bertebaran didukung dengan tingginya penduduk Indonesia dalam mengakses internet. Hal tersebut menambah potensi kerusakan pada moral dan etika, sampai-sampai pengguna internet Indonesia dinobatkan sebagai pengguna internet paling tidak sopan se-Asia Tenggara menurut Microsoft. Terlebih, generasi Z dan generasi Alpha yang terlahir di era digitalisasi memiliki kemahiran dan kemampuan beradaptasi yang lebih cepat dalam berselancar di dunia digital ketimbang generasi sebelumnya. Banyaknya situs negatif yang muncul seperti judi online, pinjaman online/pay later, hingga pornografi membuat pelajar rentan terpapar konten negatif tersebut.

Degradasi moral dan karakter pelajar sekarang didominasi adanya pengaruh dari perkembangan teknologi yang terjadi, khususnya pada platform media sosial. Pelajar mengalami demoralisasi karena memudarnya etika, moral, dan karakter yang sudah melenceng jauh dari karakter luhur bangsa. Maka dari itu, perlunya dilakukan konstruksi ulang untuk membangun dan membina karakter pelajar yang semestinya.
 
Penguatan Karakter Pelajar Bangsa: P5P2RA Menjadi Jawabannya
Upaya konkret pendidikan dalam mengkonstruk karakter pelajar salah satunya melalui Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan Profil Pelajar Rahmatan lil Alamin (P2RA). Dalam P5P2RA mengandung makna bahwa peserta didik harus memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila sekaligus menjadi pelajar yang rahmatan lil alamin. Pembentukan karakter dalam mewujudkan generasi penerus yang berbudi luhur dan cakap serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan kasih sayang.


Bagaimana membentuk karakter pelajar yang memiliki integritas, tanggung jawab, mandiri, kreatif, inovatif, dan solutif sebagai sebuah jawaban dari tuntutan dinamika perkembangan zaman. Maka, diperlukan sinergi yang kuat antara pelajar, pendidik, dan lingkungan untuk membentuk profil pelajar yang ideal, sesuai nilai dan cita-cita bangsa. Karena dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mau tidak mau pelajar adalah tonggak utama dalam menentukan bangsa ini mau dibawa kemana.


Fokus pengembangan karakter peserta didik/pelajar menjadi insan yang beradab dan berbudi luhur serta terampil dalam kompetensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik, ditambah dengan kemampuan yang terintegrasi dengan teknologi dan interdisipliner sudah semestinya dilakukan dengan sungguh-sungguh. Semua prinsip yang tercantum dalam P5P2RA berorientasi pada pendidikan berkelanjutan yang mana pendidikan tidak hanya dilakukan di sekolah melainkan di lingkungan masyarakat pun harus memegang teguh prinsip-prinsip dalam P5P2RA. Hal ini sesuai dengan konsep life long learner bahwa manusia merupakan seorang pembelajar di lingkungan apapun dan kapanpun sampai akhir hayatnya. Dengan demikian, pelajar yang telah memiliki karakter bangsa yang kuat sesuai Pancasila diharapkan menjadi penyejuk angin segar di tengah masyarakat menghadapi dinamika yang terjadi.

Referensi:
Han Revandra Putra. 2023. Apakah Anak di Bawah Umur yang Melakukan Kejahatan Dapat Dipidana? https://nasional.tempo.co/amp/1697775/apakah-anak-di-bawah-umur-yang-melakukan-kejahatan-dapat-dipidana
Yohannes Marryono Jamun. 2018. Dampak Teknologi Terhadap Pendidikan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, vol. 10, nomor 1.
Zielda Okkya. 2023. Trend Kriminalitas di Kalangan Remaja dan Solusinya. https://jurnalpost.com/trend-kriminalitas-di-kalangan-remaja-dan-solusinya/51324/

****

Penulis : Enggal Bagas Nova Saputra

Mahasiswa PAI 5C . Aktif sebagai pengurus LSO Fordista Fakultas Ilmu Tarbiyah dan UKM JQH Al-Wustha UIN Raden Mas Said Surakarta. Memiliki minat dalam studi Islam khususnya pemikiran dan sejarah, serta pemerhati pendidikan.

Editor : Achfan Aziz Zulfandika

Rekonstruksi Karakter Pelajar: Tinjauan Terhadap Fenomena Kemerosotan Karakter Pelajar