Oleh: Hanif Muhammad Mufid
Data Buku
Edgar Hamas lahir pada 8 Maret 1995. Ia memiliki riwayat pendidikan SD Muhammadiyah Sudagaran Wonosobo, kemudian melanjutkan pendidikan di Ponpes Ihsanul Fikri Magelang dan Ponpes Husnul Khotimah Kuningan Jawa Barat. Pada tahun 2015 sampai 2017 ia mengenyam pendidikan di Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Mesir, kemudian melanjutkan studinya di Universitas Islam Madinah pada jurusan yang sama. Ia memiliki minat pada bidang sejarah Islam dan Kepalestinaan yang kemudian ia salurkan melalui platform media sosial dakwah berbasis tadabbur sejarah bernama Gen Saladin (@gen.saladin).
Buku ini menyajikan konten sejarah Islam yang belum banyak diketahui sebagaimana pada buku-buku sejarah mainstream. Lewat buku ini diharapkan sejarah umat Islam yang agung tidak hilang, terkubur, atau bahkan dikaburkan oleh pihak-pihak yang tidak menyukai. Harapannya umat Islam yang tertidur selama 2 abad lamanya dapat bangkit dan meraih masa keemasannya kembali.
Terdapat 28 bab dalam buku ini yang menceritakan fakta menarik dari sejarah Islam sejak belum diutusnya Rasulullah Saw. sebagai nabi hingga masa Kekhalifahan Utsmani. Penulis menjelaskan fakta-fakta menarik seperti kondisi dunia sebelum Muhammad yang didominasi oleh kezaliman imperium Romawi dan Persia, mulai dari pajak yang tinggi, penghinaan wanita dengan melarang mereka makan daging dan tertawa, membakar diri bersama mayat pasangannya, hingga sistem pengkastaan yang mengharuskan rakyat jelata berdiri jauh-jauh dari raja minimal 10 meter jauhnya.
Penulis juga menerangkan bagaimana rahasia keistimewaan jazirah Arab, tempat diutusnya Nabi akhir zaman. Termasuk di dalamnya kisah Nabi Adam yang mendirikan Ka’bah dan Masjidil Aqsha beserta anti tesis penulis terhadap teori Evolusi Darwin. Berbagai kisah heroik sahabat pun banyak diceritakan. Salah satunya adalah bagaimana pengembaraan panjang Salman Al-Farisi untuk mencari kebenaran dan kisah angkatan laut pertama umat Islam di masa Utsman bin Affan. Penulis juga memberikan perspektifnya terkait kekalahan kaum Muslimin dalam Perang Uhud yang ternyata tidak sepenuhnya benar.
Kisah Kekhalifahan Islam yang penuh kegemilangan (Islamic Golden Age) antara tahun 661-1299 M juga banyak diceritakan. Ada sebuah fakta bahwa ternyata pada masa itu Islam sedang mencapai puncak kejayaannya dengan tumbuh suburnya ilmu pengetahuan, sistem pertahanan, pertanian, arsitektur, seni, astronomi, agama, filsafat, kedokteran, geografi, dan masih banyak lagi. Di antara tokoh muslim pada masa itu yang dikisahkan dalam buku ini Muhammad bin Qasim Ats-Tsaqafi (penakluk India), Shalahuddin Al-Ayyubi (penakluk Al-Aqsha yang dijuluki “The Wise” oleh musuhnya), Thariq bin Ziyad (pembuka Islam di Eropa), Imam Bukhari & Imam Muslim (ahli hadis), Asad bin Furat (penakluk Sisilia), Ahmad bin Fadhlan (utusan Abbasiyah untuk bangsa Viking), Abdurrahman Al-Ghafiqi (pembawa Islam di Prancis), Al-Hajib Al-Manshur (khalifah Umayyah yang namanya terkenang pada sebuah gunung di Spanyol), Al-Idrisi (Geografer muslim yang petanya menjadi patokan selama 3 abad lamanya), dan masih banyak lagi.
Penulis juga menerangkan bahwa sejarawan barat banyak menutupi fakta masa kegemilangan Islam. Hal ini dikarenakan pada masa yang bersamaan Eropa sedang berada pada masa kegelapan (The Dark Age). Ketika itu Eropa diwarnai dengan rumah penduduknya yang atapnya dari dahan kayu dan daun kering, jalanan becek penuh kotoran hewan ternak, tidak adanya irigasi dan teknologi penyerapan air, penyakit Pes menyebar, gereja menjual surat penghapus dosa yang mahal harganya, raja dan pendeta mengharamkan mandi, banyak mayat dipajang di tempat umum, orang-orang biasa tidur di samping binatang ternak, melakukan hubungan seksual tanpa rasa malu di hadapan orang lain, menjadikan balkon dan area bawah tangga sebagai tempat buang air, bahkan raja-raja Eropa buta huruf dan tidak bisa menulis namanya sendiri.
Penulis mencoba menjelaskan bahwa sebenarnya terdapat fakta yang berusaha ditutupi, bahwa kemajuan Eropa hari ini tidak lepas dari adanya pertolongan peradaban Islam. Saat itu Eropa banyak melakukan transfer budaya Islam. Andalusia sebagai pusat pengetahuan saat itu banyak dikunjungi orang dari penjuru dunia untuk menuntut ilmu, tidak terkecuali orang Eropa. Salah satu kisah menjelaskan betapa hebatnya peradaban Islam. Ketika Raja Normandia menaklukkan wilayah Muslim Sisilia, ia tetap mempertahankan kebudayaan Islam. Sebab ketika ia menghancurkannya, ia sadar itu akan merugikan dirinya sendiri. Penulis juga mengutip pernyataan sejarawan Prancis, Gustave Le Bon. Menurutnya kegagalan kaum Muslimin menaklukkan Eropa pada peperangan Poitiers merupakan pertanda berhentinya penyebaran ilmu pengetahuan.
Di buku ini penulis banyak mengingatkan pembacanya bahwa masih banyak sejarah yang belum sampai pada umat Muslim. Mungkin karena umat Islam lupa mempelajarinya atau mungkin ada pihak yang ingin membuat umat Islam lalai dan meninggalkannya. Dengan sejarah gemilang di masa lalu, umat Islam seharusnya sadar bahwa mereka adalah bagian dari umat yang besar, pemimpin dunia dengan keadilan, dan penghias peradaban dengan pengetahuan.
***
Editor: Saiddaeni